Butuh bantuan? Chat dengan kami via WhatsApp

Uji Kelayakan (Due Diligence) pada Proses Penerimaan Karyawan dalam Penerapan ISO 37001:2016

22 Februari 2024

Penulis: Cahyadi, S.Pi., M.Si.

News

Peningkatan Kualitas Melalui Total Quality Management (TQM)

Memasuki era 4 dari evolusi mutu, yaitu era prevention, setiap organisasi diminta untuk dapat menjalankan proses yang efektif, efisien, dan memiliki daya saing yang besar. Untuk mencapai tujuan besar tersebut, salah satu penerapan metode yang dipakai adalah TQM.  Total Quality Management (TQM) dalah suatu pendekatan manajemen yang berfokus pada pencapaian kualitas total dalam semua aspek operasi organisasi. TQM melibatkan semua anggota organisasi, dari pihak top manajemen hingga karyawan, dalam upaya terus-menerus meningkatkan produk, layanan, proses, dan budaya organisasi. Secara garis besar, Total Quality Management (TQM) memiliki kesamaan dengan 7 Prinsip Manajemen Mutu yang tercantum dalam ISO 9001. Prinsip-Prinsip TQM Berikut adalah beberapa prinsip dan karakteristik utama dari Total Quality Management (TQM): 1. Orientasi Pelanggan (Customer Focus): Pelanggan merupakan target utama dalam proses produksi produk/jasa. Fokus pada memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Identifikasi harapan pelanggan dan berusaha untuk melampaui ekspektasi mereka. 2. Pencegahan daripada Perbaikan (Prevention Over Inspection): Menekankan pencegahan cacat daripada mengandalkan inspeksi atau perbaikan setelahnya. Menerapkan tindakan preventif untuk menghindari terjadinya masalah. 3. Partisipasi Penuh (Full Participation): Melibatkan semua anggota organisasi dalam usaha peningkatan kualitas. Pemberdayaan karyawan untuk berkontribusi pada perbaikan proses. 4. Manajemen Berdasarkan Fakta (Management by Fact): Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta. Penggunaan alat statistik dan analisis data untuk meningkatkan proses. Untuk mengetahui seberapa baik kinerja suatu organisasi, diperlukan data mengenai ukuran kinerja, mengurangi penggunaan asumsi atau perkiraan. 5. Pendekatan Sistem (System Approach): Melihat organisasi sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Memahami bagaimana setiap bagian organisasi saling berhubungan dan berkontribusi pada keseluruhan. 6. Pengembangan Karyawan (Employee Involvement and Development): Pemberdayaan karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Memberikan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan. 7. Pendekatan Proses (Process Approach): Memperhatikan pelaksanaan tiap proses mulai dari menerima input dari supplier hingga mengubahnya menjadi output. Memahami dan mengelola proses sebagai suatu sistem untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kontinu memperbaiki proses untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. 8. Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement): Fokus pada perbaikan berkelanjutan dalam segala hal. Mendorong pencarian kesempurnaan dan inovasi. Baca juga: Salah Satu Cara Untuk Melakukan Identifikasi Bottleneck Tahapan Memulai TQM Tahapan untuk memulai TQM dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan dan konteks organisasi, namun umumnya seperti berikut: 1. Pemahaman Pemimpin Organisasi: Pemimpin organisasi perlu sepenuhnya memahami konsep TQM dan memiliki komitmen untuk mengimplementasikannya. Pemimpin memiliki peran kunci dalam menciptakan budaya organisasi yang mendukung peningkatan kualitas. 2. Pelibatan Karyawan: Melibatkan seluruh karyawan dalam proses perubahan dan memberikan pemahaman tentang pentingnya peran mereka dalam mencapai kualitas yang lebih baik. 3. Penyusunan Tim TQM: Membentuk tim khusus yang bertanggung jawab untuk merancang, mengelola, dan memantau implementasi TQM. Tim ini harus mewakili berbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi. 4. Penilaian Awal (Assessment): Melakukan evaluasi terhadap kondisi organisasi saat ini, termasuk identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terkait kualitas. 5. Penyusunan Visi dan Misi TQM: Mengembangkan visi dan misi yang jelas terkait dengan peningkatan kualitas, yang nantinya akan menjadi panduan bagi seluruh organisasi. 6. Pengembangan Sistem Manajemen Kualitas: Membangun sistem manajemen kualitas yang mencakup kebijakan, prosedur, dan metrik kualitas yang dapat diukur. 7. Pelatihan dan Pendidikan: Melakukan pelatihan bagi karyawan dan pemimpin untuk memahami dan mengimplementasikan konsep TQM. Ini termasuk pelatihan terkait perbaikan proses dan pengukuran kinerja. 8. Penerapan Metode-Metode Perbaikan: Menggunakan alat dan metode TQM seperti PDCA (Plan-Do-Check-Act), 5 Whys, dan analisis Pareto untuk mengidentifikasi, mengukur, dan memperbaiki masalah kualitas. 9. Pengukuran dan Pemantauan Kinerja: Menetapkan indikator kinerja kualitas yang dapat diukur dan memantau mereka secara teratur untuk menilai kemajuan dan membuat perbaikan berkelanjutan. 10. Perbaikan Berkelanjutan: Mendorong budaya perbaikan berkelanjutan dengan mengadopsi sikap yang terbuka terhadap umpan balik, evaluasi, dan inovasi. 11. Komunikasi dan Keterlibatan Stakeholder: Menjaga komunikasi yang terbuka dengan seluruh stakeholder, termasuk pelanggan dan pemasok, untuk memastikan pemahaman dan dukungan mereka terhadap inisiatif TQM. 12. Evaluasi dan Penyesuaian: Melakukan evaluasi berkala terhadap implementasi TQM, dan melakukan penyesuaian jika diperlukan sesuai dengan hasil evaluasi. Total Quality Management (TQM) bukanlah suatu proyek instan, melainkan suatu perubahan budaya dan filosofi manajemen yang berkelanjutan. Top manajemen perlu secara aktif mendukung dan terlibat dalam perubahan menuju Total Quality Management (TQM), termasuk mau memberikan penghargaan dan pengakuan kepada individu dan tim yang berhasil mencapai tujuan peningkatan kualitas atau memberikan kontribusi yang signifikan dalam implementasi Total Quality Management (TQM). Diharapkan melalui penerapan prinsip-prinsip Total Quality Management (TQM) ini, organisasi dapat mencapai efisiensi operasional dan keunggulan kompetitif dalam pasar. *** Ada pertanyaan seputar implementasi Sistem Manajemen IATF 16949:2016, persiapan sertifikasi, persiapan surveillance, persiapan renewal IATF 16949:2016, atau ingin memerluas scope IATF 16949:2017? Bingung menerapkan Core Tools harus mulai dari mana? Ingin memperbaiki Core Tools supaya benar-benar menjadi teknologi analisis bagi perusahaan Anda? Langsung hubungi Marketing Sentral Sistem Consulting di sini: WA/Telp: 0821-2121-9252 (Marketing) | Email: marketing@sentralsistem.com Instagram: @sentral.sistem | LinkedIn: Sentral Sistem Consulting | Facebook: Sentral Sistem Consulting

Pengelolaan Limbah Non B3 Berdasarkan Permen LHK No. 19 Tahun 2021

Di tahun 2021, pemerintah menetapkan kategori baru terkait limbah atau sampah yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Kategori limbah yang dimaksud adalah limbah non B3. Pada prinsipnya, limbah non B3 merupakan sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik limbah B3. Meskipun tidak memiliki karakteristik limbah B3, limbah non B3 perlu dikelola dengan benar. Terkait hal ini, pengusaha atau pemrakarsa yang menghasilkan limbah non B3 dilarang membuang limbah non B3 tanpa persetujuan pemerintah, membakar secara terbuka, mencampurkan limbah non B3 dengan limbah B3, dan menimbun limbah non B3 di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Pengusaha atau pemrakarsa diwajibkan untuk mengelola limbah non B3 dengan baik, khususnya jika kegiatan dan/atau usahanya menghasilkan limbah non B3 terdaftar. Terkait hal ini, penetapan limbah non B3 terdaftar telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Lampiran XIV. Kode Limbah Jenis Limbah non B3 Sumber Limbah N101 Slag Besi/Baja (Steel Slag) Proses Peleburan Biji dan/atau Logam Besi dan Baja N102 Slag Nikel (Nickel Slag) Proses Peleburan Bijih Nikel N103 Mill Scale Proses Peleburan Bijih dan/atau Logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi selain teknologi induction furnace/kupola N104 Debu EAF Proses Peleburan Bijih dan/atau Logam Besi dan Baja dengan Menggunakan Teknologi Electric Arc Furnace (EAF) N105 PS Ball Proses Peleburan Bijih dan/atau Logam Besi dan Baja dengan Menggunakan Teknologi selain Teknologi Induction Furnace atau Kupola N106 Fly Ash Proses Pembaaran Batubara pada Fasilitas Pembangkitan Listrik Tenaga Uap PLTU atau dari Kegiatan Lain yang menggunakan Teknologi selain Stocker Boiler dan/atau Tungku Industri N107 Bottom Ash Proses Pembakaran Batubara pada Fasilitas PLTU atau dari Kegiatan Lain yang Menggunakan Teknologi selain Stocker Boiler dan/atau Tungku Industri N108 Spent Bleaching Earth Proses Industri Oleochemical dan/atau Pengolahan Minyak Hewani atau Nabati yang menghasilkan SBE hasil Ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan Kandungan Minyak Kurang dari atau sama dengan 3% (Tiga Persen) N109 Pasir Foundry (Sand Foundry) Proses Casting Logam dengan Penggunaan Pelarut dengan Titik Nyala di atas 60°C (Enam Puluh Derajat Celcius) Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Lampiran XIV Baca juga: Persyaratan Penyimpanan Limbah B3 Sesuai Peraturan Menteri LHK No. 6 Tahun 2021 Cara Penyimpanan Limbah Non B3 Limbah non B3 terdaftar harus dikelola dengan baik sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021. Secara prinsip, limbah non B3 terdaftar dikelola seperti limbah B3. Dalam hal ini, pengelolaan limbah non B3 terdaftar mencakup penyimpanan, pengangkutan, hingga pemanfaatan/penimbunan. Limbah non B3 terdaftar dapat disimpan pada bangunan, silo, tempat tumpukan limbah (waste pile), dan waste impoundment. Selanjutnya, limbah non B3 yang disimpan harus dikemas dan dilengkapi dengan label limbah non B3. Pada saat melakukan kegiatan penyimpanan limbah non B3, pengusaha atau pemrakarsa diwajibkan untuk menyusun dokumen rincian teknis pengelolaan limbah non B3. Limbah non B3 paling lama dapat disimpan selama 3 (tiga) tahun sejak dihasilkan. Gambar Label Limbah non B3 Pengangkutan dan Pemanfaatan Limbah Non B3 Setelah disimpan, limbah non B3 memerlukan proses penyerahan kepada pihak pemanfaat atau penimbun melalui pengangkutan limbah non B3. Pengangkutan limbah non B3 harus dilakukan dengan memastikan tidak terjadinya ceceran atau tumpahan selama proses pengangkutan, dan menggunakan alat angkut yang sesuai dengan perundang-undangan di bidang transportasi. Selama proses pengangkutan dan penyerahan limbah non B3, perpindahan limbah non B3 harus didokumentasikan dengan berita acara. Selanjutnya, setelah diangkut, limbah non B3 harus diserahkan kepada pihak ketiga yang memiliki izin untuk mengelola limbah tersebut. Pengelolaan akhir dapat berupa pemanfaatan limbah non B3 atau penimbunan limbah non B3. *** Divisi Environmental Improvement Sentral Sistem Consulting siap melayani Anda untuk memberikan konsultasi lingkungan dan membantu Penyusunan Dokumen Persetujuan Lingkungan, SIMPEL, KLHK, Persetujuan Teknis Lingkungan, PROPER, dan Program Safe and Save (Program Improvement Lingkungan untuk Safe untuk lingkungan dan Save dari pengeluaran biaya lingkungan) Info lebih lanjut hubungi :  WA/Telp: 0821-2121-9252 (Marketing) | Email: marketing@sentralsistem.com Instagram: @sentral.sistem | LinkedIn: Sentral Sistem Consulting | Facebook: Sentral Sistem Consulting  

Pentingnya Pengawasan K3 dalam Bekerja

Dunia kerja sering dikaitkan dengan kasus insiden dan angka kecelakaan kerja. Sebagai indikator keberhasilan penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), zero accident sering kali ditetapkan sebagai target K3 di perusahaan. Namun, bagaimana agar target tersebut dapat tercapai? Faktor Terjadinya Accident Penting bagi perusahaan untuk memahami bagaimana insiden dapat terjadi. Insiden tidak serta merta terjadi begitu saja, insiden dapat diprediksi kapan terjadinya. Seperti bola salju, insiden dapat terjadi akibat perilaku berisiko yang sering diabaikan. Dalam Teori Domino dijelaskan bahwa accident dapat terjadi akibat beberapa faktor, di antaranya: kejadian near miss yang diabaikan/tidak ditindaklanjuti, perilaku tidak aman (unsafe act) dan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition), faktor internal (kondisi badan tidak fit, kurang menguasai pekerjaan) dan faktor eksternal (kurangnya motivasi kerja, beban kerja berlebih, tekanan dari atasan), lemahnya pengawasan K3, kurangnya komitmen K3 dari manajemen. Gambar 1. Teori Domino Fungsi Pengawasan K3 Apabila penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di perusahaan sudah baik, perusahaan sudah menyediakan dokumen kerja, kebijakan, fasilitas, serta perlengkapan K3, namun masih terdapat kecelakaan kerja, maka yang perlu ditingkatkan adalah penerapan pengawasan K3 oleh manajemen. Fungsi manajemen adalah memastikan bahwa pekerja dapat menerapkan K3 di perusahaan dengan baik. Manajemen dapat melakukan penjadwalan untuk melakukan pengawasan K3 di lapangan. Pentingnya peran manajemen di lapangan akan lebih didengar dan diperhatikan oleh pekerja, sehingga dapat meningkatkan kepedulian pekerja dalam berperilaku aman. Baca juga: Upaya Kesehatan Kerja yang Terintegrasi dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pentingnya Pengawasan K3 Sebagai contoh, ketika terdapat pekerjaan risiko tinggi seperti pengelasan pada mesin produksi, HSE telah menerbitkan izin kerja dan JSA, pengecekan peralatan kerja sudah dilakukan, dan standar Alat Pelindung Diri (APD) telah ditetapkan, namun tidak ada pengawasan K3 terhadap pekerja saat melakukan pekerjaan pengelasan. Hal ini dapat menyebabkan perilaku tidak aman yang dapat dilakukan oleh pekerja, seperti APD yang dipakai tidak sesuai dengan standar dengan alasan tidak nyaman. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya insiden. Pengawasan K3 dapat dilakukan sebelum dan saat pekerjaan berlangsung untuk memastikan pekerjaan dijalankan sesuai dengan rencana dan potensi bahaya telah dikendalikan. Di sinilah peran penting manajemen untuk memastikan tidak adanya kelalaian sistem dalam bekerja. Pengawasan K3 tidak perlu dilakukan saat pekerjaan dimulai sampai pekerjaan selesai. Pengawasan K3 oleh manajemen dapat dilakukan dengan mengingatkan akan pentingnya bahaya dan risiko K3 dalam bekerja. Dengan begitu, diharapkan pekerja dapat lebih peduli terhadap bahaya yang ada di area kerja masing-masing dan melakukan pengendalian yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada. Penting bagi manajemen untuk memberikan motivasi kerja atau pujian kepada pekerja, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pekerja terhadap perusahaan. ***  Bila ada pertanyaan seputar implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L), Identifikasi Bahaya Risiko, Aspek Dampak Lingkungan dalam Penerapan Sistem Manajemen K3L, Penetapan Potensi Bahaya Besar dan Menengah di Perusahaan, Audit Risiko dan Kinerja K3L, Membangun Perilaku K3, Safety Maturity, Audit Risiko dan Kinerja Lingkungan, Sistem Informasi Elektronik Lingkungan Hidup (SIMPEL), yuk langsung hubungi Marketing Sentral Sistem Consulting! WA/Telp: 0821-2121-9252 (Marketing) | Email: marketing@sentralsistem.com Instagram: @sentral.sistem | LinkedIn: Sentral Sistem Consulting | Facebook: Sentral Sistem Consulting

Peran Sumur Resapan dalam Mencegah Banjir

Meningkatnya jumlah populasi manusia di muka bumi diperkirakan akan memberikan dampak terhadap lingkungan, salah satunya adalah perubahan bentuk atau lanskap permukaan bumi. Perubahan ini dapat terjadi karena manusia akan menggunakan lahan untuk membangun infrastruktur sebagai penunjang ekonomi atau tempat berlindung. Dalam hal ini, manusia akan mendirikan bangunan tempat tinggal, gedung perkantoran, pabrik, dan jalan di atas permukaan tanah. Pada saat permukaan tanah tertutup oleh bangunan, beton, atau aspal, hal ini akan menganggu siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan siklus daur ulang atau perputaran air di Bumi. Gambar Siklus Hidrologi Sumber: https://gpm.nasa.gov/ Siklus Air Hujan Hakekatnya, pada kondisi tertentu, air akan menguap, mengalami kondensasi, dan menyebabkan hujan. Pada saat hujan turun, dalam kondisi ideal, air hujan akan terserap ke permukaan tanah, mengalir ke sungai, mengalir ke danau, mengalir ke rawa, mengalir ke laut, dan diserap oleh tanaman. Namun, jika permukaan tanah tertutup oleh bangunan atau infrastruktur kedap air, hal ini akan memicu peningkatan volume air limpasan (run off) di lingkungan hidup. Air limpasan adalah air hujan yang tidak dapat diserap oleh tanah dan tanaman. Baca juga: Sejarah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Aliran Air Limpasan Selanjutnya, air limpasan akan mengalir ke daerah yang lebih rendah atau menuju sungai/danau. Jika tidak tersedia area penyerapan yang cukup, air limpasan akan menetap, memicu kejadian banjir di lingkungan. Ketika dialirkan ke sungai, hal ini dapat melebihi kapasitas sungai dan memicu banjir di lingkungan. Selanjutnya, jika air limpasan dialirkan ke danau atau sungai, diperkirakan akan mengganggu ekosistem air. Meningkatnya debit air dapat mengancam makhluk hidup yang tinggal di danau atau sungai. Pembangunan Berkelanjutan Melalui konsep pembangunan berkelanjutan, diharapkan pembangunan ekonomi dapat selaras dan berdampingan dengan aspek lingkungan hidup. Agar konsep pembangunan berkelanjutan dapat tercapai, pembangunan ekonomi perlu menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dengan kata lain, pada saat gedung dibangun, pabrik dibangun, perumahan dibangun, pengusaha, pemrakarsa, atau pemilik bangunan perlu menyediakan area sebagai tempat penyerapan air hujan sehingga tidak timbul air limpasan. Penyediaan area resapan dapat berbentuk seperti penyediaan sumur resapan, kolam resapan, atau lubang biopori. Gambar Konsep Sumur Resapan Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2012 Manfaat Sumur Resapan Penyediaan sumur resapan atau kolam resapan di area gedung, pabrik, dan lainnya merupakan salah satu cara agar air limpasan tidak muncul di lingkungan hidup. Pada dasarnya, kolam atau sumur resapan adalah tempat yang diperuntukkan untuk menampung air hujan. Secara perlahan, air hujan akan terserap ke dalam tanah, sehingga air limpasan tidak muncul. Selain mencegah munculnya air limpasan, sumur resapan dan kolam resapan juga memiliki fungsi untuk menjaga pasokan air tanah, yang juga dapat mencegah penurunan permukaan tanah. Penerapan penyediaan sumur resapan atau kolam resapan di Indonesia secara regulasi telah diwajibkan. Pada saat pembangunan infrastruktur seperti gedung, pabrik, dan lainnya berlangsung, pemilik bangunan atau pemrakarsa harus menyediakan sumur resapan atau kolam resapan dengan ukuran tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Terdapat dua jenis sumur resapan yang dapat diterapkan, yaitu sumur resapan dangkal dan sumur resapan dalam. Pemilihan jenis sumur resapan dapat disesuaikan dengan kondisi tanah. *** Divisi Environmental Improvement Sentral Sistem Consulting siap melayani Anda untuk memberikan konsultasi lingkungan dan membantu Penyusunan Dokumen Persetujuan Lingkungan, SIMPEL, KLHK, Persetujuan Teknis Lingkungan, PROPER, dan Program Safe and Save (Program Improvement Lingkungan untuk Safe untuk lingkungan dan Save dari pengeluaran biaya lingkungan) Info lebih lanjut hubungi :  WA/Telp: 0821-2121-9252 (Marketing) | Email: marketing@sentralsistem.com Instagram: @sentral.sistem | LinkedIn: Sentral Sistem Consulting | Facebook: Sentral Sistem Consulting  

Peran CRUD (Create, Read, Update, Delete) dalam Menjaga Keamanan Informasi

Dalam Sistem Keamanan Informasi, kita mengenal 3 istilah penting yang disingkat sebagai CIA (Confidentiality, Integrity, dan Availability), yang merujuk pada kerahasiaan, integritas data (data yang dapat dipercaya), dan ketersediaan data. Untuk menjaga ketiga hal tersebut, maka perusahaan perlu mengatur hak akses dari user dalam menggunakan program. Pengaturan hak akses bisa dikelompokkan menggunakan kategori CRUD (Create, Read, Update, Delete).  Tujuan akhirnya tentu saja adalah untuk menjaga CIA dari sistem keamanan informasi. Ketersediaan (Availability) dan Kerahasiaan (Confidentiality) Informasi Saat ini, semua perusahaan menggunakan aplikasi dalam bekerja. Untuk mendapatkan informasi, karyawan atau manajemen perlu memiliki hak akses agar dapat melihat informasi yang diperlukan. Namun, hak akses juga perlu dibatasi untuk menjaga kerahasiaan informasi. Sebagai contoh sederhana, karyawan tidak dapat melihat informasi gaji yang dimasukkan ke dalam program payroll. Pembatasan hak akses read pada CRUD berperan dalam menjaga kerahasiaan data (confidentiality). Integritas Data (Integrity) Untuk menjaga integritas data, diperlukan pengaturan personal yang memiliki wewenang untuk kategori create, update, dan delete dalam CRUD. Ada personal yang diberi tugas untuk create atau menginput data. Terkadang personal yang melakukan create (input) data diberi kewenangan terbatas, hanya dapat melakukan input tanpa memiliki wewenang untuk melakukan update (koreksi) data. Sebagai contoh, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS): a. Ada petugas yang melakukan create (input) hasil ke dalam program. b. Ada juga petugas QC yang memeriksa keabsahan data dan melakukan update (revisi), jika ditemukan kesalahan. c. Untuk menjaga conflict of interest, SOP bisa mengatur pemisahan tanggung jawab antara yang melakukan create (input) vs yang melakukan update (pemeriksaan). Ini bertujuan untuk memastikan integritas data terjaga (I dalam CIA). 2. Setelah data diinput dan diperiksa, maka personal berikutnya hanya diberi kewenangan untuk membaca saja. Jika personal berikutnya diberi akses untuk merubah (update) data, maka integritas (I dalam CIA) data bisa menjadi bermasalah. a. SOP juga bisa mengatur jika ditemukan data bermasalah, maka harus dibuatkan berita acara, untuk kemudian di-cross-check terhadap data asli dan personal yang melakukan input dan verifikasi data. Pengecekan perlu dilakukan untuk tindakan perbaikan agar masalah tidak terulang. b. SOP juga harus mengatur siapa yang memiliki wewenang untuk melakukan update (perbaikan) data di tingkatan atas. 3. Untuk menjaga integritas data dan menjaga kehilangan data, sistem juga perlu mengatur personal yang memiliki kewenangan untuk melakukan penghapusan data, delete. Untuk penghapusan data, sebaiknya dibuat berita acara untuk keperluan penelusuran saat terjadi masalah. Baca juga: PENTINGNYA ANALISIS DATA AKTUAL DALAM BISNIS Hal Lain yang Perlu Diatur Untuk melengkapi SOP di atas, sistem juga perlu mengatur: Kemungkinan terjadinya conflict of interest dalam sistem pengaturan CRUD (Create, Read, Update, Delete). Membuat perjanjian NDA (Non-disclosure Agreement) terhadap semua personal yang mendapatkan akses terhadap aplikasi. Melakukan peninjauan terhadap perubahan akses sesuai dengan perubahan struktur organisasi atau personal yang bersangkutan sudah tidak lagi bekerja. Dengan menerapkan pengaturan CRUD (Create, Read, Update, Delete) yang tepat, mengelola integritas data dengan cermat, dan mematuhi SOP yang telah ditetapkan, kita dapat melindungi kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi yang sangat berharga. Mari kita improve dan jaga keamanan data kita agar tetap aman dan terlindungi dari ancaman cyber. Semoga Artikel ini bermanfaat, untuk meningkatkan kinerja perusahaan terkait keamanan informasi. Salam Improvement. There is Always Room for Improvement! *** Ada pertanyaan seputar implementasi ISO 27001: Sistem Manajemen Keamanan Informasi dan persiapan sertifikasi? Bingung menerapkan ISO 27001 harus mulai dari mana? Langsung hubungi Marketing Sentral Sistem Consulting di sini: WA/Telp: 0821-2121-9252 (Marketing) | Email: marketing@sentralsistem.com Instagram: @sentral.sistem | LinkedIn: Sentral Sistem Consulting | Facebook: Sentral Sistem Consulting